05 September 2010

Menilik Gaya Hidup Mahasiswa

  Kota Yogyakarta pernah menjadi ibu kota RI. Para pemimpin dan para pejuang kemerdekaan se-Indonesia, hadir tiba memenuhi Yogyakarta. Tahun 1948 Yogyakarta diserbu Belanda lalu diduduki. Kota Yogyakarta dan sekelilingnya terbakar membara menjadi medan pertempuran. Para pejuang kemerdekaan Indonesia menghimpun dan menghentakkan kekuatan mengusir kekuasaan penjajah. Meskipun di waktu siang tidak terlihat wujud perang dan pertempuran, namun setiap malam para pejuang melakukan perang gerilya.  
Soekarno dan Hatta, pemimpin kita menjadi tawanan politik, disingkirkan oleh pihak Belanda. Selanjutnya selain itu para pejuang banyak yang menyembunyikan diri di wilayah pedesaan, ada yang di gunung-gunung. Semuanya terjun menjadi pejuang bersama dengan para pemuda dan rakyat. Banyak pemimpin, para menteri yang menyamar menjadi penjual minuman, memikul gaplek. Bermacam-macamlah caranya, namun bila malam tiba mereka membawa bilah-bilah bambu runcing, membunuh serdadu Belanda. Hingga sampai tiba waktunya meletus Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang akhirnya Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia. 
Kota Jogjakarta banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional,. Banyak penulis, budayawan, politikus, dilahirkan di “kota gudeg” ini. Pelajar atau mahasiswa dari luar daerah dan luar Jawa yang bertempat tinggal di pondok dan berasrama di Jogja sejak tahun 1950-an. Sedangkan pada tahun 60-an Yogyakarta terkenal menjadi kota-pendidikan, bukan karena lulusan (yang sekedar) cerdas-trampil, namun dalam hal lulusan yang memiliki karakter. Sedangkan karakter atau watak, memang dapat terbina oleh pendidikan yang harus diampu oleh guru yang menurut semboyan Taman Siswa dinamakan dengan pamong (Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani). Bukan hanya sekedar cerdas dalam kemajuan ilmu-teknologi.
Banyaknya perpustakaan yang disediakan oleh pemerintah daerah dan kampus, memudahkan mahasiswa/i dalam mengakses buku, dapat menopang mahasiswa untuk membaca dan mengembangkan kreativitas dalam berkarya sehingga lulusan Jogja mempunyai karakter tersendiri. Selain perpustakan yang tesedia di berbagai tempat sebagai sarana belajar untuk mendapatkan informasi. Ada juga layanan layanan internet, banyak penyedia jasa internet yang dikelola swasta berupa warung internet (warnet) maupun layanan internet yang mulai banyak disediakan sekolah-sekolah dan kampus. Diperkirakan lebih dari 400 warnet tersebar di seluruh penjuru Yogyakarta . Tarif penggunaan internet berkisar antara Rp. 1.500 - Rp. 4000 per jam, tergantung warnet dan jam pemakaian. Tarif murah biasanya berlaku pada malam hari hingga pagi hari.
Bagi yang mempunyai fasilitas sendiri, (laptop pribadi) dapat menikmati layanan internet gratis Hotspot Area  di tempat nongkrong (warung kopi) tanpa dikenakan biaya “alias gratis”. Di Jogjakarata tempat nongkrong tidak hanya di gunakan untuk ngopi, ngerumpi, atau kegiatan yang tidak berguna lainnya, seperti tempat nongkrong pada umumnya. Disini lebih banyak digunakan sarana tukar pikiran (sharing, berdiskusi,) atau mencari informasi di dunia maya.
 Jogjakarta menawarkan banyak pasilitas untuk mahasiswa. Bila kita masuk kedalam salah satu kampus, maka akan kita temukan kelompok diskusi (limited grouf)  yang telah menjadi tradisi mahasiswa dipojok-pojok kampus (taman ilmiah). Eksistensi Mahasiswa memang di tuntut untuk dapat memberi respon terhadap tantangan zaman secara kratif dan bermanfaat, kita dituntut memiliki kekayaan dan kesuburan intelektual. Kekayaan dan kesuburan intelektual inilah yang disebut “tradisi intelektual”, karena ia tidak terwujud seketika setelah dimulai dengan penggarapannya, melainkan tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang.
Untuk kondisi jogja saat ini, tradisi diskusi tidak hanya terdapat di taman kampus, tetapi banyak kita jumpai tempat-tempat nongkrong. Tempat nongkrng ini memang bervariasi, tergantung pilihan kita mana yang kondusif untuk digunakan berdiskusi. Media belajar alternatif banyak sekali ditemui dijogja, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Dari berbagai fasilitas yang tersedia, kembali kepada diri kita sendiri, bagaimana kita memanfaatkan semua itu.
   
Tulisan ini hanya mengisi waktu sambil "NONGKRONG" ajja kok.
Penulis Anggota MATRIK Jogja. alumni MDHY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar